Owner Link Archieve
Kapita Selekta FIKOM
Mencari Bentuk Kampanye Politik Khas Indonesia
Senin, 12 November 2012 | 03.30 | 0 wink

Mencari Bentuk Kampanye Politik Khas Indonesia;Pencitraan Berbasis Dimensi Budaya


Oleh : Yugih Setyanto (Dosen Ilmu Komunikasi Untar)

Adakah bentuk Public Relations yang sesuai dengan Indonesia, terutama yang cocok dengan kampanye?

Seperti yang kita ketahui, berkat kampanye Jokowi dalam Pilkada Gubernur lalu, tampaknya kampanye jaman dahulu sudah tidak tepat untuk masyarakat Indonesia. Partai-partai politik jaman dahulu berkampanye dengan mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya dan mengorientasi mereka pada suatu wadah. Lalu, para calon mulai berpidato dan berkampanye, diselingi dengan beragam acara hiburan dari artis-artis ibukota. Sementara pendekatan Jokowi adalah dengan berkomunikasi langsung kepada rakyat.


Gambaran Kampanye Indonesia


Pada jaman Orde Baru, Pak Harto mampu berkomunikasi dan menciptakan image dirinya "Untouchable" atau tidak dapat disentuh. Sehingga beliau disegani. Begitu lewat jaman Pak Harto, partai-partai politik bermunculan. Bahkan sampai memecahkan rekor 44 partai politik baru di Indonesia. Ke-44 partai politik ini pun berlomba-lomba untuk ikut serta dalam pemilihan umum berikutnya.

Di Indonesia, terdapat 34 provinsi, 497 kabupaten dan kotamadya. Provinsi terbaru adalah Kalimantan Utara (Kaltra). Total kita memiliki 531 pemimpin daerah. Semua pemimpin daeraeh kita tentukan dengan Pilkada, bila demikian, maka Indonesia setiap hari memiliki jadwal Pilkada.

Orang yang bekerja di bidang Komunikasi harus memikirkan "Bagaimana menyampaikan pesan yang mampu dimengerti orang?"

Pada Pilkada Gubernur kemarin, Foke kurang dalam berkomunikasi, sehingga tidak mampu meraih hati masyarakat. Adat kampanye masyarakat Indonesia biasanya adalah membuat pencitraan, dalam debat politik biasanya dipenuhi dengan mengekspos kesuksesan kandidat / diri sendiri, lalu menyerang pihak lawan. Sementara diluar negri, ketika berkampanye, mereka saling melontarkan kritik dan kesalahan dari masing-masing lawan. Indonesia tidak terbiasa dengan budaya tersebut, karena apabila mengekspos kejelekan orang, di Indonesia dianggap mencoreng harga diri.

Budaya Salah : Boleh Melawan Arah Asal Ramai-Ramai

Budaya Indonesia memiliki budaya "Mayoritas yang salah". Apabila salah, asal banyak yang mengikuti, maka peraturan itulah yang benar. Contohnya ketika di jalan raya tetap ngotot melawan arus jalan satu arah hanya karena banyak yang juga melawan arus. Indonesia juga menyukai simbol-simbol, yang sering digunakan sebagai alat pencitraan.



Dalam kampanye Jokowi pada Pilkada lalu, beliau mendekatkan diri kepada rakyat dengan mendengarkan kemauan rakyat. Strategi Jokowi adalah, "Saya ini bagian dari kalian". Sementara Foke lebih memilih untuk mengatur dan memberitahu apa yang ia mau. Pada akhirnya, Jokowi terpilih karena "selalu didalam komunikasi dengan masyarakat". Beliau juga tidak membuat jarak dengan masyarakat.


Kesimpulan :
Dalam bidang politik kita, khususnya dalam sudut pandang Public Relations, untuk mengumpulkan dukungan dalam kampanye kita harus;

A. Mengedepankan Kolektivitas
B. Mereduksi Jalur Kekuasaan. (Penguasa adalah pelayan, tugasnya adalah untuk melayani rakyat).
C. Berorientasi Nilai Feminitas





Written By : Lisa Juliana

Label:


Older Post | Newer Post
Hello!
Photobucket
Selamat datang di blog kami!

Kelompok kami terdiri dari :
* Lisa Juliana
* Olivia Oktora
* Loudia Levina
* Wina Nuari
* Dea Claudia
* Kezia Vinisa Rachel
* Friska Rensia
* Reynault

Blog ini akan diisi dengan berbagai
materi yang kami dapat selama
perkuliahan Kapita Selekta.


Walkie Talkie
Place Shoutmix here :D
Width : 200

Big Thanks
Skin By Cikin
Edited By Lisa Juliana.